Peringatu Hari Aksara Internasional, DPW Perkumpulan Gerakan Kebangsaan Gelar Dialog Pendidikan.
KNEWS, MAKASSAR.- Tepat pada tanggal 8 september 2019 masyarakat internasional menyambut hari aksara internasional (HAI) yang ke-54 sebagai bentuk perlawanan buta aksara dan untuk di Indonesia sendiri, Sulawesi Selatan ditunjuk sebagai tuan rumah, dengan mengangkat tema nasional berupa “Ragam Budaya Lokal dan Literasi Masyarakat”. Berkenaan dengan hal itu, Dewan Pengurus Wilayah Perkumpulan Gerakan Kebangsaan mengadakan dialog interaktif pendidikan sebagai bentuk gerakan literasi terhadap masyarakat.
Dalam pembukaan UU 1945 sebagai salah satu tujuan negara dan bangsa indonesia, yang tercantum adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai cita-cita mulia tersebut, pemerintah mencoba memberikan pelayan publik dalam memenuhi janji negara dengan menyelenggarakan program pendidikan, baik dalam tingkat SD, SMP, SMA dan juga pada tingkat Perguruan Tinggi, mulai dari menyiapkan sarana dan prasarana seperti tenaga pendidik serta fasilitas pendidikan sebagai upaya memenuhi salah satu hak dasar masyarakat indonesia.
Sebulan yang lalu, tepat tanggal 17 agustus 2019 bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaannya di usia yang ke-74 dengan tema “SDM Unggul Indonesia Maju”. Munawir Mihsan menyampaikan sambutan pada pembukaan dialog selaku Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaa bahwa kemerdekaan Indonesia yang seharusnya sudah bisa dikatakan cukup matang ini juga matang di wilayah pendidikan, tapi justru tidak sebanding kematangannya dalam menghasilkan Sumber Daya Manusia yang layak jika di kaitkan dengan hasil data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) report 2016 memperlihatkan, pendidikan di Indonesia hanya menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan komponen penting dalam pendidikan yaitu guru menempati urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Sementara pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2015. Mutu pendidikan Indonesia skornya adalah 393 yang berarti berada pada ranking 62 dari 72 negara peserta PISA sebesar 490. Adapun tingkat literasi Indonesia berada pada ringking 61 dari 62 negara yang berarti Indonesia berada pada urutan ke-2 paling bawah diatas Negara Bostwana. Menandakan bahwa tingkat pendidikan Indonesia masih jauh dibawah rata-rata dikatakan layak atau baik.
Dengan latar sebagaimana diuraikan ini, Dewan Pengurus Wilayah Perkumpulan Gerakan Kebangsaan mengadakan dialog interaktif pendidikan dengan mengangkat tema “Kemana Arah Pendidikan Kita; (Refleksi Atas Sistem dan Pelaksanaan Pendidikan Di Indonesia”) yang di laksanakan di Warkop Kopi Batas (KOBA) di Makassar, sabtu 14 september 2019. Adapun dari hasil dialog.
Tutur, Dr. Pantja Nurwahidin, M.Pd selaku Kepala Bidang Guru dan Tenaga Pendidikan di Dinas Kota Makassar mengulas Masalah pendidikan di Indonesia pada dasarnya tidak hanya ditanggung oleh Negara tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama masyarakat,Berdasarkan Peraturan pemerintah No. 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta 20% dari APBD untuk memenuhi penyelenggaraan Pendidikan Nasional. Namun, realitasnya rata-rata Pemerintah Daerah hanya menggelontorkan 10% - 15% dana APBD,Mutu Pendidikan kita masih ditingkat penghafalan, pemahaman dan pengaplikasian belum pada tingkatan analisis dan kritis atau kemampuan berpikir tingkat tinggi,Ujian Nasional kita masih berada pada standar nilai 51,7% yang jika dihurufkan mendapatkan nilai “D” ,Profesional tenaga pendidik Indonesia masih belum optimal ,Pengaruh utama dalam penempatan Kepala Sekolah di Indonesia masih ada tendensi politik dalam penempatan jabatan,Kemendikbud sudah menerapkan digitalisasi dalam penerapan ujian nasional
Sedangkan Tutur, Endang Sari. S.Ip,M.Si selaku Komisioner KPU Kota Makassar dan Pegiat Pendidikan memaparkan bahwa dalam proses pendidikan perlu keteladanan dari sosok yang memiliki jiwa seperti para tokoh bapak pendidikan di Indonesia seperti tauladan B.J Habibie,Tan Malaka, Syahril,Pendidikan seharusnya mengarah ke nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan,Tujuan dari pendidikan seharusnya memiliki nilai logis, kritis dan etis,Seharusnya orang berpendidikan mampu menempatkan pada tempatnya dan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada,Pendidikan di Indonesia lupa pada esensi karna lebih sibuk ke arah prosedural dan ceremoni hanya untuk mendisiplinkan peserta didik dan melarang peserta didik untuk kritis (peserta didik dilarang kritik),Pendidikan itu hadir tidak untuk menyeragamkan pola pikir ,Kampus harus menjadi terdepan untuk melahirkan manusia yang tau diri bukan malah menciptakan manusia yang siap kerja (industrialisasi kemanusiaan).
Dari ulasan dari dua narasumber mencoba dibedah dengan persepktif yang lain sesuai pemikiran, Dr. Muh.Faisal MRA Selaku Akademisi menyatakan Sejarah pengetahuan adalah bagaimana memperlakukan nilai pendidikan sesuai konteks budaya dan kondisi masing-masing suatu wilayah dan Pengetahuan sebagai kolaborasi nilai humanisme dan pengalaman setiap manusia karna itu pendidikan harus sesuai dengan kondisional kultural yang ada karena itu tidak boleh ada standarisasi pendidikan kesemua wilayah yang berbeda serta Memasuki era disrupsion yaitu pendidikan humanis semakin merusut sehingga membuat Arah pendidikan kita telah memasuki era digital yang mengarah ke penyeragaman karena itu, pendidikan Indonesia seharusnya memiliki karakter atau identitas tersendiri dalam memasuki era digital maka Jangan biarkan era revolusi 4.0 sebagai keadaan dimana kecerdasan buatan atau artifisial intelegenci jauh mele2bihi kecerdasan natural manusia. (*)