Bedah buku ini, akan menghadirkan salah satu pelaku sejarah gerakan politik kaum muda periode tahun tersebut yang kala itu berada dalam posisi sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjend) Aliansi Demokrasi Rakyat (Aldera), Pius Lustrilanang.
Buku yang ditulis Teddy Wibisana, Nanang Pujalaksana, dan Rahadi T Wiratama, akan dibedah Rektor Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Husain Syam, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Prof Hamdan Juhannis, Wakil Rektor III Universitas Hasanuddin Prof Amran Razak, dan aktivis 1998 di Makassar, Akbar Endra.
“Bedah buku ini diharapkan bisa menularkan pula semangat perubahan dan idealisme berpolitik untuk kepentingan masyarakat, bagi millenial masa kini. Generasi yang menikmati buah dari reformasi,” terang Rudianto Lallo, pendiri Yayasan Anak Rakyat Indonesia sekaligus penggagas bedah buku Aldera di Makassar, Selasa (8/10/2022).
Membaca buku Aldera, seperti membaca novel sejarah era tahun sebelum 2000. Dimana kalangan muda masih memegang rasa idealisme dan sikap kritis. Tanpa dicemari politik praktis ataupun cita-cita kekuasaan.
Buku Aldera bercerita tentang tempaan bagi pemuda-pemuda yang hidup pada rentang waktu 1993 sampai 1999 untuk berani bicara dan membangun kritik terhadap sebuah rezim kuat, seperti masa pemerintahan Soeharto atau lazim disebut Orde Baru.
Membaca buku Aldera: Potret Gerakan Politik Kaum Muda 1993-1999 seperti mengulang kisah gerakan demokrasi di Indonesia. Buku ini mencatat salah satu bagian langkah perlawanan terhadap rezim otoritarianisme Orde Baru pada awal 1990-an hingga kejatuhan Soeharto.
“Kami mengundang Pak Pius untuk hadir saat membedah buku ini, karena beliau salah satu pelaku sejarah yang paham betul tentang dinamika pemuda saat itu dan hubungannya dengan kekuasaan,” tutur Rudianto Lallo, mantan aktivis mahasiswa yang kini menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Makassar.
Hasil penelusuran di berbagai sumber disebutkan kalau Pius Lustrilanang lahir 10 Oktober 1968.
Dia seorang aktivis dan politisi. Nama Pius sempat populer pada akhir tahun 90an, ketika dia melapor ke Komnas HAM tentang penculikan dan penyekapan yang dialaminya selama dua bulan, yang dilakukan orang-orang tak dikenal.
Hal itu kemudian Pius Lustrilanang ceritakan dalam buku Aldera, khususnya pada halaman 13. Tertulis kalau tiga bulan menjelang kejatuhan Soeharto, Aldera mendapatkan berita mengejutkan. Sekjen Aldera Pius Lustrilanang diculik di pintu keluar Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada Senin, 2 Februari 1998.
Masa itu adalah saat sebelum kejatuhan Presiden Soeharto, yang diwarnai kegaduhan politik dan keamanan. Banyak terjadi peristiwa penculikan dan kasus orang hilang.
Sebagai seorang aktivis, Pius juga pernah tercatat sebagai Sekretaris Jenderal Solidaritas Indonesia untuk Amien dan Mega (SIAGA). Begitu kerasnya tekanan yang dialaminya sehingga dia pergi ke Belanda untuk menghindari terulangnya kejadian buruk menimpanya kembali.
Kini, Pius Lustrilanang menjabat sebagai anggota VI Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. (*)