Jakarta Juara Dengan Kota Kualitas Udara Terburuk di Bumi

KNEWS, JAKARTA – Greenpeace Indonesia mengajak masyarakat yang datang ke Jakarta agar menggunakan masker mulai hari ini, Rabu (25/7). Sebab, DKI Jakarta baru saja menduduki peringkat nomor satu kota dengan kualitas udara terburuk se-dunia. Padahal, sebentar lagi ibu kota akan menyelenggarakan Asian Games 2018.
Hal tersebut berdasarkan data real time dari Air Visual, bahwa indeks kualitas udara (AQI) Jakarta, Indonesia menempati posisi teratas dengan angka 183. Di bawah ibu kota, ada kota lainnya yakni Krasnoyarsk, Rusia di angka 181 dan Lahore, Pakistan dengan 157.

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Bondan Ariyanu menyebutkan, Air Visual merupakan aplikasi yang menempatkan beberapa alat dan mengambil beberapa data stasiun pantau di Jakarta, salah satunya di Kedutaan Amerika. Alat tersebut menggunakan parameter PM 2,5 untuk mengukur kualitas udara rata-rata di suatu wilayah.

“Harian, periodik setiap jamnya dan bisa dilihat pada saat itu Jakarta posisi berapa di seluruh dunia yang memiliki data pantauan kualitas udara,” ujar Bondan saat dihubungi, Rabu (25/7/18).
Menurutnya, dalam sebulan terakhir, Jakarta rata-rata berada di posisi kedua. Standar PM 2,5 Indonesia untuk rata-rata 24 jam adalah 65 mikrogram per meter kubik. Angka ini melebihi standar WHO yang hanya 25 mikrogram per meter kubik.

“Concernnya sebenarnya kenapa data itu sangat penting? Itu adalah bentuk peringatan kepada warga Jakarta ketika angkanya tidak sehat apa yang harus dilakukan makanya Greenpeace mengkampanyekan pakai masker,” jelas dia.

Sebagai kota yang berkesempatan melangsungkan event olahraga terbesar se-Asia, penerapan ganjil-genap dinilai belum menjadi solusi untuk memperbaiki polusi udara. Pemprov DKI Jakarta seharusnya lebih matang dalam melakukan perencanaan penurunan tingkat pencemaran udara.

Berbeda dengan data Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, pengujian yang dilakukan di tiga lokasi yaitu Bundaran Hotel Indonesia (HI), Kelapa Gading dan Lubang Buaya itu sudah berhasil menurunkan konsenterasi karbon monoksida (CO).

Di Bundaran HI, sesudah ada kebijakan ganjil-genap menurun sebesar 1,7 persen. Kandungan nitrogen oksida (NO) di udara turun 14,7 persen dan konsentrasi tetrahydrocannabinol (THC) turun sebesar 1,3 persen.

Di Kelapa Gading sendiri, terjadi penurunan konsentrasi CO sebesar 1,15 persen, NO sebesar 7,03 persen, dan nitrogen dioksida (NO2) turun sebesar 2,01 persen. Sementara itu, pantauan udara di Lubang Buaya menunjukkan penurunan konsentrasi CO mencapai 1,12 persen dan NO sebesar 7,46 persen. (*KNfjo)