Jumat, 02 Oktober 2020

Kebutuhan Terhadap Filsafat Politik dan Tujuannya


OPINI, KNEWS - Filsafat secara umum didefinisikan sebagai cinta dan kebijaksanaan, definisi tersebut erat hubungannya dengan hal kebebasan manusia, hak dan keadilan. Sama halnya dengan politik yang bergantung pada ketiga hal popok tesebut karena politik adalah cara atau fungsi sosial pada masyarakat. 

Politik pada dasarnya tidak terlepas dari entitas masyarakat dan juga erat hubungannya dengan masalah kepemimpinan. Namun yang dimaksud dengan kepemimpinan ialah hal yang memiliki basis sejarah didalam masyarakat karena konsep kepemimpinan itu eksistensinya masyarakat. Dengan penegertian lain kepemimpinan adalah masyarakat yang berlandaskan pada hak, kebebasan, dan keadilan sebagaimana Allah SWT. berkata ‘aku hendak menciptakan seorang khalifah di muka bumi’, dalam konteks politik kepepimpinan itu mengacu pada hak, kebebesan, dan neracanya ialah keadilan.

Pandangan politik islam mencoba merespon polemik politik yang cenderung berpindah nilai pada kekuasaan dan dominasi kelompok. Politik dalam islam bernilai ibadah—politik itu hubungan atau fungsi sosial didalam masyarakat di mulai dari proses perkawinan dimana keluarga menjadi bentuk dari fungsi sosial. Tujuan subtansi politik ialah memanusiakan manusia dalam aktualisasinya untuk menyempurna dalam norma sejarah sebagi bagian dari evolusi kesadaran agar kesucian mansusia tetap terjaga dan fakta kehidupan sosial ialah keluarga paling dekat dengan masyarakat bukan negara pun partai politik.

Dalam konteks keindonesiaan misalnya hal itu mengacu pada NU dan Muhammadiyah yang tidak terlepas dari penjalanan individu bersama keluarganya menuju masyarakat ,sebagaimana kyai hasyim asy'ari dan haji ahmad dahlan, mereka lah pemimpin yang hidupnya bersama masyarakat hadir dalam membentuk kualitas intelektual, spritual dan ahlak masyarakat yang dasarnya terbentuk dimulai dari perkawinan sebagai norma sejarah, namun tidak menghilangkan, prinsip filosofis tekait kebebasan, hak, dan keadilan bahkan hal itu dapat mengacu pada pancasila sebagai ideologi bangsa.

Artinya kebutuhan terhadap filsafat politik tidak lain ingin mengembalikan tujuan dari politik pada identitasnya yakni kepada masyarakat, pemimpinya terpilih bukan atas dasar pencitraan, sebagaimana itu terjadi dalam konteks politik pencitraan tanpa modal sejarah kehidupannya bersama masyarakat.

Konsep politik dalam islam mengacu pada masyarakat namun sub-sistem politik tersebut ada pada keluarga. Ia merupakan infrastruktur politik hal itu bisa dilacak pada sejarah Nabi Muhmmad SAW baik ketika beliau bersama keluarganya dan memiliki keluarga sendiri bersama Sayyidah Siti Khadijah dalam mendampingi beliau membangun masyarakat madani. Demikian pula sejarah anaknya Fatimah Az-zahra bersama Imam Ali atau konteks indonesia Bung Karno bersama istrinya demikian Bj.Habibi bersama Ainun yang tidak terlepas dari hubungan manusia terhadap alam, manusia sesama manusia dan Tuhan dalam satu ikatan intelektual dan spritual.

Artinya politik islam jika di kontekskan dalam ke Indonesiaan sangat relevan dengan pancasila sebagai ideologi bangsa dimana sila pertama berkaitan dengan Tuhan yang Maha Esa dan kedua berkaitan dengan kemanusiaan yang adil dan beradap. Ketika merespon kehidupan manusia yang majemuk juga berbeda-beda sebagai norma sejarah dalam perjalanan politik.

Dengan kata lain bahwa kebutuhan terhadap filsafat politik tidak lain membangun kembali nalar kritis terhadap politik yang nengalami pergeseran nilai dimana substansinya pada masyakarat yakni membangun moral bersama berpindah pada kepentingan kelompok tertentu faktanya ada pada partai politik misalnya sebagai fungsi sosial justru membuat bergesernya nilai politik.

Tujuan filsafat politik tidak lain mengembalikan politik senapas dengan ke islaman dan keindonesiaan sebagai pandangan dunia atau cita- cita dari politik, lalu kemudian menjadi kultur politik yakni intelketual dan relgiusitas dalam panggung demokrasi pada konteks keindonesiaan, bahwa politik ialah membangun moral bersama dalam kebhinekaan Indonesia yang merupakan norma sejarah di bumi ibu pertiwi.

Penulis :  Khotib dg Usman
(Buletin Jakfi Samarinda)

*Tulisan tanggungjawab penuh penulis*

Sebelumnya
Selanjutnya