Selasa, 13 Oktober 2020

LBH-AKS Sayangkan Kasus Salah Tangkap Anggota Kepolisian Terhadap Dosen Inisial AM


MAKASSAR, KNEWS- LBH AFILIASI KEADILAN SEMESTA (LBH-AKS)  menyayangkan sikap Kepolisian atas kasus salah tangkap yang di sertai tindakan Represif dan Kekerasan terhdap Dosen insial AM pada saat aksi Demonstrasi Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja pada tanggal 08 Oktober 2020,

Berikut kronologi salah tangkap dan Kekerasan pada hari Kamis, 8 Oktober 2020 kemarin:

Pukul 19:51 Sodara AM meninggalkan rumah untuk menuju ke tempat makan yang ada di racing. Sekitar pukul 21:20 AM tiba di tempat makan. Setelah makan, AM bergegas mencari tempat print yang ada di depan Kantor Gubernur. Karena banyaknya kerumunan massa aksi Tolak Omnibus Law, sehingga AM menyempatkan diri untuk duduk di balai-balai depan salah satu mini market untuk melihat-lihat situasi. Pukul 21:39, polisi menyisir dari dua arah sehingga AM terjebak dalam kerumunan massa.

AM yang pada saat itu ingin menghindari kepulan gas air mata, namun dihadang oleh beberapa anggota kepolisian yang  langsung mengangkat kerah baju dan memukuli  AM di bagian pipi sebelah kanan. Pada saat yang bersamaan AM berusaha untuk menjelaskan bahwa dirinya bukan termasuk massa aksi Tolak Omnibus Law dan menjelaskan identitas dirinya bahwa dirinya adalah seorang dosen dan menunjukkan KTP. Namun, beberapa oknum polisi dengan membabi buta memukuli AM sehingga terjatuh dan diinjak-injak oleh oknum polisi. Setelahnya, AM berusaha terbangun kemudian terjatuh lagi karena oknum polisi masih memukuli AM di bagian kepala dan di bagian paha menggunakan tameng,

Sekitar pukul 22:00, AM diseret ke mobil taktis kepolisian yang di dalam mobil tersebut AM dipukuli lagi berulang kali. Dalam pemukulan tersebut, AM Kembali menjelaskan bahwa dirinya seorang dosen dan bukan peserta aksi, namun direspon oleh oknum polisi dengan melontarkan kata-kata kasar (Dosen Sun**la) sembari kembali memukuli kepala  AM. Dengan kondisi lemas dan memar, tepatnya di fly over AM dipindahkan ke mobil taktis lainnya.

Sekitar pukul 22:30, saat pengambilan data oleh kepolisian, salah seorang Oknum kepolisian kemudian menggunting rambut AM.

Hari Jum’at tanggal 9 Pukul 23:00 sodara AM dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.

Catatan Luka-luka yang diderita oleh AM :
Memar pada kelopak mata bagian kiri, bengkak pada kepala bagian kanan, luka pada hidung, memar pada paha sebelah kanan, tangan kiri dan kanan luka-luka, punggung sebelah kanan, pinggang, dan memar pada Jidat

Suwandi Arham,nDirektur Eksekutif LBH AKS, menilai bahwa hal tersebut selain sebagai tindakan kekerasan juga merupakan sikap ugal-ugalan dalam melakukan pengamanan. Seharusnya aparat yang bertugas harus cermat melihat massa aksi dan masyarakat sipil ataupun orang-orang yang tidak termasuk dalam massa aksi.

"Peristiwa salah tangkap tersebut kita Ibaratkan Supir Bus yang berkendara ugal-ugalan tanpa memperhatikan rambu-rambu lalulintas. Selain membahayakan, juga akan berakibat fatal, misalnya salah tabrak ataupun sebagainya. Atas Persitwa tersebut menjadi pertanda bahwa SOP Pengamanan Kepolisian Masih perlu dievaluasi.

Implementasi pengamanan dengan berlandaskan Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebuah Perintah UU yang mana jelas dimuat dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan juga telah diatur dalam Peraturan internal Institusi Polri itu Sendiri yaitu Perkap No. 8 tahun 2009 Tentang Implemetasi Prinsip dan Standar HAM Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia.

 Dalam melaksanakan tugas penegakan hukum, setiap petugas/anggota Polri wajib  mematuhi ketentuan berperilaku (Code of Conduct) sebagaimana dimakasud dalam Perkap No. 8 Tahun 2009 Pasal 7 huruf h "Harus menghormati hukum, ketentuan berperilaku, dan kode etik yang ada."

Semangat Penegakan Hukum dengan Prinsip dan Standarisasi HAM juga sudah sangat jelas di terangkan dalam Pasal 8 Perkap No. 8 Tahun 2009 yaitu " Setiap anggota Polri wajib memahami instrumen-instrumen HAM baik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia dan instrumen internasional, baik yang telah diratifikasi maupun yang belum diratifikasi oleh Indonesia.". Kata wajib dalam Perkap Tersebut selain sebagai Perintah yg Mutlak juga harus menjadi Muatan Pedoman Pelaksanaan Pengamanan yg di lakukan di internal Polri itu sendiri,"  jelasnya

Selain itu, LBH AKS  telah mengirim TIM antara lain "Imron Ambo, SH, Muhammad Gunawan M, SH, Yusril dan Andi Badruthamam AR untuk mengkonfirmasi kejadian tersebut di kediaman AM dan telah dibenarkan oleh Tim LBH AKS atas tindakan tersebut pada 10 Oktober 2020 kemarin.

Sebagaimana diketahui pula bahwa LBH AKS juga tergabung sebagai OBH dalam Koalisi Bantuan Hukum Makassar (KOBAR Makassar) dalam mengadvokasi Korban kasus Kekerasan dan penangkapan Massa Aksi pada tanggal 08 Oktober 2020 di beberapa titik di Kota makassar.

Update Terakhir berdasarkan informasi Tim KOBAR Makassar, Saat ini masih 6 orang yang ditahan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, salah satu dari 6 orang Perempuan,  Berdasarkan informasi yang diperoleh dari bagian piket reskrim polrestabes, ke-6 mahasiswa diduga melanggar pasal 170, 212,114, 406 KUHP.

Tim Pendamping Hukum sudah meminta ke bagian piket agar dipertemukan dengan 6 mahasiswa tersebut untuk menandatangani surat kuasa, tetapi tidak dibiarkan, dengan alasan penyidiknya sedang tidak  berada di tempat, Pendamping Hukum meminta untuk memberikan no hp dari penyidik dimaksud, tetapi tidak diberikan juga, akan tetapi hanya meminta PH Untuk kembali hari senin.

Untuk itu Koalisi Bantuan Hukum Rakyat Makassar menuntut:

1. Komnas HAM RI untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap tindak kekerasan aparat kepolisian kepada massa aksi.

2. Kompolnas untuk memerintahkan Kapolri melakukan evaluasi dan meminta pertanggungjawaban kepada Polda sulsel Karna telah gagal mencegah tindak kekerasan aparat Polda sulsel. Kompolnas harus melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap penindakan kepada oknum aparat kepolisian yang melakukan tindak kekerasan kepada mahasiswa dan jurnalis di Makassar.

3. Kapolri untuk mengevaluasi Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar yang bertanggung jawab penuh atas tindakan oknum aparat kepolisian yang melakukan segala bentuk tindak kekerasan kepada massa aksi dan warga.

4. Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar untuk bertanggungjawab dan menindak tegas dengan melakukan proses hukum secara etik, disiplin dan pidana anggota kepolisian jajarannya yang melakukan kekerasan segala tahapan tindakan tegas Polda Sulsel itu prosesnya harus dilakukan secara terbuka/transparan kepada masyarakat.

5. Kapolda Sulawesi Selatan dan Kapolretabes Makassar meminta maaf dan bertanggungjawab kepada korban kekerasan oleh aparat kepolisian dengan menanggung segala biaya perawatan medis korban, serta segera membuka akses bantuan hukum terhadap 6 mahasiswa yang ditetapkan tersangka.

Dalam Keterangan Penutupnya Suwandi Arham selaku Direktur LBH AKS menyampaikan sebuah kalimat bijaknya.

"Jika Kita Bisa Mengalah atas jabatan untuk mendamaikan keadaan, kenapa tidak Kita memilihnya sedangkan jabatan tersebut akan menjadi Pengorbanan Terbaik dalam kebaikan Hidup yang mampu Kita laksanakan selama mengemban Tugas, Justice and Peace, Salam Keadilan"
(Ril/RA)

Sebelumnya
Selanjutnya