Sebanyak 20 ulama muda Indonesia mendapatkan kesempatan istimewa untuk memperdalam ilmu Tahqiqut Turats di Institute of Arabic Man |
KNEWS.CO.ID, Jakarta – Sebanyak 20 ulama muda Indonesia mendapatkan kesempatan istimewa untuk memperdalam ilmu Tahqiqut Turats di Institute of Arabic Manuscripts, Mesir. Program Pelatihan Kepengarangan Turots yang berlangsung pada 1–30 November 2024 ini merupakan hasil kerja sama antara Direktorat Pesantren Kementerian Agama RI dan Institute of Arabic Manuscripts Mesir.
Kegiatan yang dibiayai Dana Abadi Pesantren ini dibuka oleh Direktur Institute of Arabic Manuscripts Mesir, Prof. Dr. Ali Abdullah Al-Naim. Pelatihan meliputi 22 pertemuan dengan total 43 jam belajar yang diasuh oleh para profesor ahli dalam bidang manuskrip, seperti Prof. Dr. Hasan asy-Syafi’i, Prof. Dr. Abdul Sattar Al-Halouji, hingga Prof. Dr. Ayman Fuad Sayed.
Prof. Dr. Ali Abdullah Al-Naim menegaskan pentingnya pelatihan ini dalam melestarikan warisan intelektual Islam. "Kami berharap kerja sama ini dapat menjadi jembatan untuk memperluas penyebaran teks-teks warisan Islam secara ilmiah dan memperkuat hubungan akademik antara kedua negara," ujarnya saat pembukaan acara, Selasa (5/11/2024).
Materi pertama yang disampaikan oleh Prof. Dr. Abdul Sattar Al-Halouji membahas esensi dan sejarah manuskrip Arab (makhtutot). Ia menekankan bahwa manuskrip adalah warisan intelektual bernilai tinggi yang menghubungkan generasi ulama terdahulu dengan generasi saat ini.
Pada sesi berikutnya, Prof. Dr. Ayman Fuad Sayed membahas ilmu makhtutot sebagai bagian dari ilmu kodikologi, mencakup materi dan media penulisan hingga informasi terkait identitas naskah. Materi-materi lainnya juga meliputi seni manuskrip, verifikasi teks (tahqiq), dan konservasi naskah kuno, yang disampaikan oleh para ahli seperti Dr. Ahmad Abdul Basit dan Dr. Khalid Fahmi.
Salah satu peserta, Zam Zam Rasyidi dari Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Kalimantan Selatan, mengungkapkan bahwa pelatihan ini memberikan wawasan baru tentang pentingnya manuskrip dalam melestarikan ilmu pengetahuan Islam. "Makhtutot adalah jembatan sejarah yang memuat ilmu pengetahuan berharga. Pelatihan ini memperkaya pemahaman kami dalam melestarikan tradisi ilmiah Islam," katanya.
Dukungan serupa juga datang dari Ahmad Zuhairuz Zaman, peserta asal Jawa Timur. Ia menyatakan bahwa pelatihan ini relevan bagi pendidikan pesantren. "Ilmu tahqiq sangat bermanfaat bagi santri dalam mendalami kitab-kitab kuning serta melestarikan warisan intelektual Islam," ujarnya.
Selama 30 hari, peserta akan mempelajari teknik konservasi manuskrip, metode pembacaan teks klasik, dan langkah-langkah kritis dalam menganalisis naskah. Program ini diharapkan mampu memperkuat kemampuan intelektual ulama muda Indonesia sekaligus melestarikan tradisi keilmuan Islam di tingkat global.
0 Comments