Senin, 17 Agustus 2020

75 Tahun Indonesia Merdeka, Tapi Kenapa Petani Cengkeh Tidak Merdeka ?

                 Muh Haidir Hakim 

OPINI, KNEWS - jauh sebelum Indonesia ini ada dan terbentuk, cengkeh sudah punya daya tarik tersendiri dimata dunia. Cengkeh merupakan tanaman asli indonesia yang sering digunakan sebagai bahan pengawet, bumbu masakan dan tentunya sebagai campuran kretek atau rokok. Kita ketahui bersama salah satu penyebab bangsa Eropa khususnya Portugis, Spanyol dan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari rempah -rempah.

Cengkeh menjadi primadona di barat untuk diperdagangkan atas nama kemakmuran raja dan rakyatnya oleh orang eropa. Terjadinya perputaran ekonomi yang besar. Karena cengkeh jugalah bangsa eropa melakukan eksepedisi besar-besaran untuk menemukan langsung ditempat asalnya, karena hal tersebutlah babak terburuk di bangsa ini terjadi yakni kolonialisme oleh bangsa Eropa.

Melihat potensi rempah di nusantara akhirnya armada-armada bangsa eropa akhirnya mencapai Kepulauan Maluku untuk mencari rempah, pada abad-16, perang pun tak terhindarkan. pemenang terakhir adalah Belanda. Melalui Perusahaan Dagang Hindia Timur ( Vereenigde Oostindische Compagnie, VOC ) yang dibentuk pada awal abad-17 (tepatnya tahun 1609).

Belanda menguasai perdagangan rempah-rempah Maluku dengan jumlah produksi rerata 2.500 sampai 4.500 ton per tahun. Pada kisaran 1599, harga cengkeh di pasaran masih 35 real per bahar (550 pon), lalu naik menjadi 50 real pada 1610, dan terus melonjak sampai 70 real per pon cengkeh. Harga tersebut setara dengan 7 gram emas. Nilai komoditi yang begitu besar membuat Belanda menjadi agresif dan protektif terhadap wilayah tersebut, dan terhadap komoditi tersebut. Strategi monopoli cengkeh menjadi pilihan Belanda pada saat itu, bukan hanya dalam perdagangan saja, tapi menyeluruh dari hulu sampai hilir. (Buku Ekspedisi Cengkeh).

Melihat dari sejarah bangsa ini, cengkeh memang sudah menjadi primadona sejak lama bahkan sebelum bangsa ini di pimpin oleh presiden. 75 tahun usia kemerdekaan bangsa ini dari penjajah tapi ketika kita melihat apakah kini petani cengkeh sudah merdeka, jawabannya mungkin tidak. Di tahun 2020 ini yang bertepatan dihari kemerdekaan dan panen raya cengkeh yang dilakukan khususnya di kabupaten sinjai, serasa seperti pilu dikarenakan harga cengkeh yang anjlok seperti terjun bebas, karena harganya hanya Rp. 14.000/Kg untuk cengkeh basah. Hal ini membuat banyak petani semakin menjerit apalagi ditambah dengan pandemi Covid-19 yang terjadi. Perputaran ekonomi yang diharapkan berlangsung baik malah semakin memburuk apalagi diperparah harga cengkeh yang anjlok ini.

Pemerintah harus turun tangan untuk melihat ini, presiden dan  menteri pertanian jangan hanya sibuk membuat kalung Covid-19 tanpa peduli bagaimana kondisi pertanian khususnya cengkeh.

Cengkeh ini menjadi harapan banyak petani di Saohiring untuk menjadi peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat disini.
Cengkeh ini harus kembali menjadi primadona seperti dimasa lalu, seperti ketika kita belum merdeka. Jangan sampai ini semakin berlarut membuat masyarakat semakin menjerit.

Kemerdekaan harus dirasakan semua lapisan bukan hanya pejabat tapi juga masyrakat kecil utamanya petani cengkeh.

Penulis : Muh Haidir Hakim
( Pemuda Desa Saohiring )

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis *

Sebelumnya
Selanjutnya