Rabu, 12 Agustus 2020

Begini Kisah, Veronica Koman Aktivis HAM Papua Yang Mengaku Diteror Dan Masuk DPO




PAPUA, KNEWS - Ditulis di Sidney, Australia 11 Agustus 2020 Pemerintah Indonesia menerapkan hukuman finansial sebagai upaya terbaru untuk menekan Veronica Koman agar berhenti melakukan advokasi hak asasi manusia (HAM) di Papua.

Menurutnya, Setelah Pemerintah Indonesia mengkriminalisasinya, Indonesia meminta Interpol untuk mengeluarkan ‘red notice’, dan mengancam untuk membatalkan paspornya.

"Kini pemerintah memaksa saya untuk mengembalikan beasiswa yang pernah diberikan kepada saya pada September 2016. Adapun jumlah dana yang diminta adalah sebesar IDR 773,876,918,"Ujar Aktivis HAM tersebut, Selasa (11/08/20) melalui laman facebooknya.

Permintaan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) tersebut dibuat berdasarkan klaim bahwa Veronica tidak mematuhi ketentuan dan harus kembali ke Indonesia setelah usai masa studi.

"Kenyataannya, saya kembali ke Indonesia pada September 2018 setelah menyelesaikan program ​Master of Laws ​di ​Australian National University​,"Tulisnya.


Ia membeberkan kepada publik, bahwa faktanya sejak oktober 2018 di Indonesia, saya melanjutkan dedikasi waktu untuk advokasi HAM, termasuk dengan mengabdi di Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia untuk Papua (PAHAM Papua) yang berbasis di Jayapura.

"Saya ke Swiss untuk melakukan advokasi di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Maret 2019 dan kembali ke Indonesia setelahnya. Saya memberikan bantuan hukum pro-bono kepada para aktivis Papua pada tiga kasus pengadilan yang berbeda di Timika sejak April hingga Mei 2019,"Ungkapnya.

Ia bercerita berkunjung ke Australia dengan menggunakan visa tiga bulan saya untuk menghadiri wisuda yang diselenggarakan pada Juli 2019 dan dipanggil oleh pihak kepolisian Indonesia dan dimasukkan dalam daftat pencarian orang.


"Ketika berada di Australia pada Agustus 2019, saya dipanggil oleh kepolisian Indonesia dan berikutnya saya ditempatkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada September 2019,"Tuturnya.

Ketika internet dimatikan di Papua, Veronica Coman terus melakukan advokasi dengan menelurkan narasi-narasi terhadap narasi yang dibuat oleh pemerintah.

"Pada masa Agustus-September 2019 ini, saya tetap bersuara untuk melawan narasi yang dibuat oleh aparat ketika internet dimatikan di Papua, yakni dengan tetap memposting foto dan video ribuan orang Papua yang masih turun ke jalan mengecam rasisme dan meminta referendum penentuan nasib sendiri,"Ucapnya.

Bahkan ia mengaku, dirinya kerap mendapat teror ancaman mati dan perkosa ketika terus melanjutkan advokasinya.

"Bukan hanya ancaman mati dan diperkosa kerap saya terima, namun juga menjadi sasaran misinformasi online yang belakangan ditemukan oleh investigasi Reuters sebagai dibekingi dan dibiayai oleh TNI,"Ujarnya.

Menurutnya, didalam rilisnya Kemenkeu RI telah mengabaikan fakta bahwa langsung kembali ke Indonesia usai masa studi, dan mengabaikan pula fakta bahwa dirinya telah menunjukkan keinginan kembali ke Indonesia apabila tidak sedang mengalami ancaman yang membahayakan keselamatan saya.

"Melalui surat ini, saya meminta kepada Kemenkeu terutama Menteri Sri Mulyani untuk bersikap adil dan berdiri netral dalam melihat persoalan ini sehingga tidak menjadi bagian dari lembaga negara yang hendak menghukum saya karena kapasitas saya sebagai pengacara publik yang memberikan pembelaan HAM Papua."Tulis Veronica.

(Red)

Sebelumnya
Selanjutnya