Kamis, 03 September 2020

Feminis dan Kesehatan Seksual

                          Sartina

OPINI, KNEWS - 4 September 2020, menjadi catatan penting atas diperingatinya hari Kesehatan Seksual Sedunia atau World Sexual Health Day (WSHD), yang pada tahun 2010 Asosiasi Kesehatan Dunia atau World Assosiation for Sexual Health (WAS) meminta seluruh anggota organisasinya untuk merayakan dengan tujuan mempromosikan isu kesehatan seksual ke seluruh dunia yang memungkinkan akan mereduksi kejahatan ataupun kekerasan seksual. 

Salah satu yang senantiasa menjadi isu penting bagi publik maupun individu didalamnya adalah kesehatan seksual, yang seharusnya menjadi hak asasi manusia, termasuk perempuan. Bagi Indonesia, kesehatan seksual merupakan persoalan yang fundamental yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi. Namun, berbagai data dan riset memperlihatkan masih kompleksnya persoalan kesehatan seksual publik berdasarkan gender dan kelompok usia.

Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komite Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat maupun institusi pemerintah yang tersebar di Seluruh Indonesia yang paling menonjol pada tahun 2020 dan sama dengan tahun sebelumnya adalah KDRT/ RP (Ranah Personal) yang mencapai angka 75% (11.105) kasus. Ranah pribadi paling banyak dilaporkan dan tidak sedikit diantaranya mengalami kekerasan seksual.

Telaah refleksi peringatan hari Kesehatan Seksual Sedunia sebaiknya mampu menjadi cambuk untuk pengurangan kasus-kasus kekerasan seksual. Kilas balik momentum peringatan WSHD yang dimulai pada tahun 2010 dengan slogan “Let’s talk about it”, diperuntukkan memecah ketabuan terkait seksualitas yang masih beredar di banyak negara. Pada tahun kedua perayaannya, WSHD 2011 berfokus pada remaja dan anak muda dengan tema “Kesehatan Seksual Remaja dan Anak Muda: Bebagi Hak dan Bertanggungjawab”. Fokus pada remaja diambil mengingat pada tahun yang sama PBB mencanangkan the International Year of Youth, perayaan tersebut meliputi diskusi, konferensi dan pameran karya seni dibanyak negara. Hal yang sama dilakukan di tahun-tahun perayaan berikutnya dengan tema-tema yang menarik seperti pada tahun 2012 tentang keberagaman dan minoritas yang dilakukan oleh transgender, difabel, imigran dan sebagainya. 

Perayaan berlanjut hingga 2019 kemarin seperti diskusi, konferensi, pameran hingga kampanye melalui tulisan dan foto motivasi tentang kesehatan sesksual tersebut yang bagaimana. Mengingat kembali tentang sejarah hari Kesehatan Seksual Sedunia akan mampu menggradasi paradigma-paradigma bahwa pendekatan feminis memandang kesehatan seksual adalah masalah keadilan.

 Selain itu, dapat mereduksi pemikiran tentang posisi perempuan sebagai objek yang sangat erat kaitannya dengan kekerasan terhadap reproduksi.
Namun, hingga hari ini isu kekerasan seksual masih menjadi momok dan persoalan genting di Indonesia yang tidak kunjung teratasi yang mengharuskan para pemerhati dan pegiat gerakan perempuan terus meneriakkan edukasi tentang pentingnya pendidikan seks secara pendekatan feminis, yang pada dasarnya kesehatan perempuan juga berhubungan dengan posisi perempuan sebagai subjek.
Hal ini menempatkan manusia sebagai kesatuan (tubuh dan pikiran) yang berinteraksi dengan lingkungan sosial dan fisik mereka. Dengan itu, pendekatan ini secara komprehensif adalah sebagai hasil dari hubungan sosial. Spesifiknya dalam hal kesehatan seksual, pengetahuan mengenai Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi akan menentukan tidak hanya kondisi kesehatan fisik perempuan tetapi juga well-being perempuan.

Penulis :  Sartina 
(Departemen Pemberdayaan Perempuan KMBPL) 

*Tulisan tanggungjawab penuh Penulis*

Sebelumnya
Selanjutnya