Jumat, 02 Oktober 2020

Darurat Pelecehan dan Kekerasan Seksual: UINAM dan Predator Seksual


OPINI, KNEWS - Salah satu kampus atau institusi pendidikan tinggi negeri di Makassar, UIN Alauddin Makassar, kembali dihebohkan dengan terkuaknya sekelumit kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap mahasiswa/mahasiswi yang belum jelas tindaklanjut dan penanganannya. Beberapa kasus sudah dapat dikategorikan sebagai bentuk pembiaran.

Kasus ini dimulai dari tindak pencabulan oleh oknum dosen kepada mahasiswinya di salah satu jurusan, begal payudara, kamera gopro di toilet fakultas serta video call sex terhadap beberapa mahasiswi UIN Alauddin Makassar. Rentetan kasus tersebut mengisyaratkan bahwa dalam hal ini UIN Alauddin Makassar sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi yang hampir dapat dikatakan tidak ramah terhadap gender.

Hal tersebut dibuktikan dengan fasilitas-fasilitas kampus yang tidak mendukung seperti minimnya penyediaan penerangan/lampu jalan, CCTV dan posko pengaduan pelecehan dan kekerasan seksual. Minimnya pengawasan dari pihak kampus menjadi salah satu penyebab dari potensi untuk terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual secara terus-menerus.

Polemik ini kiranya menjadi perkara yang tidak boleh lagi dikesampingkan oleh pihak kampus. Dibutuhkan ketegasan dan tanggung jawab dari kampus terhadap aturan pencegahan, penanganan dan pemulihan korban dan pelaku. Kementerian agama (Kemenag) pada tahun 2013 telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) yang memiliki aturan jelas tentang pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual.

PSGA sendiri khususnya di UIN Alauddin Makassar pernah dipimpin oleh Dra. Siti Aisyah, MA., Ph.D bahkan sempat menyelenggarakan TOT Perencanaan dan Responsif Gender yang berlangsung selama 2 hari (https://uin-alauddin.ac.id/berita/detail/psga-uin-alauddin-adakan-tot). Kebijakan ini kemudian menuai banyak pertanyaan setelah pihak kampus mengatakan bahwa akan mendirikan PSGA, sedangkan PSGA yang disebutkan sudah lama hadir di kampus UIN Alauddin Makassar di tahun 2013. Pada wilayah ini, pihak kampus dinilai lamban dalam menanggapi kasus-kasus pelecehan seksual sehingga mengakibatkan kasus ini terjadi secara berulang.

Berdasarkan fakta di lapangan, mahasiswa/mahasiswi tidak hanya kekurangan fasilitas-fasilitas  kampus namun narasi ataupun study gender masih sangat kurang di kalangan kampus khususnya UIN Alauddin Makassar. Menurut Winarsunu (2008) pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya.  Bentuk pelecehan seksual tidak hanya perilaku seperti memeluk atau meraba-raba. Ucapan, tulisan, isyarat, dan simbol yang berkonotasi seksual dan mengandung unsur pemaksaan kehendak oleh pelaku, kejadian yang tidak diinginkan korban, serta mengakibatkan penderitaan terhadap korban juga termasuk bentuk pelecehan seksual. Maka dari itu pentingnya untuk mengetahui dasar-dasar pengetahuan tentang gender. Tujuannya adalah untuk meminimalisir atau menghilangkan potensi terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual.

Pada suatu kesempatan, pihak kampus menuturkan bahwa hadirnya Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) diharapkan menjadi solusi yang bijak dalam menjawab keresahan mahasiswa/mahasiswi, tetapi beberapa tanggapan kontra muncul dari berbagai kalangan yang mengatakan  bahwa PSGA hanya seperti wadah jurnal yang orientasinya menjadikan korban hanya sebagai objek penelitian.

Selain itu, pertanyaan spekulatif patut kita layangkan; mengapa PSGA ini baru dicanangkan setelah 4 kasus tersebut mulai terkuak di media secara besar-besaran? Elegannya, dari awal seharusnya penanganan terhadap kasus-kasus pelecehan  seksual diusut tuntas mulai dari pengaduan hingga pemulihan.

Seperti banyaknya berita yang beredar bahwa kampus dalam hal ini UIN Alauddin Makassar tidak menanggapi lebih jauh soal penanganan pelecehan seksual yang terjadi seperti dosen yang beberapa tahun lalu melakukan pencabulan terhadap mahasiswinya kini masih bebas berkeliaran dalam kampus dan  bahkan bertemu mahasiswa/mahasiswi. Pelaku ini juga belum mendapatkan surat pemecatan secara resmi dari universitas alasannya karena kampus tidak punya wewenang lebih soal itu, mereka hanya bisa mengajukan ke Kemenag yang memiliki hak dalam mengambil keputusan (https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html?q=Putusan+530+pid.b).

Begitupun dengan begal payudara yang masih terus mengancam keselamatan mahasiswi dikarenakan sampai sekarang penerangan di jalan setapak yang menjadi tempat kejadian masih belum difasilitasi penerangan/lampu jalan sehingga potensi untuk terjadi hal yang sama akan terus terjadi ditambah akses jalan pintas seperti tangga-tangga yang lebih dekat untuk masuk kampus kini semua dihilangkan oleh pihak keamanan dan akhirnya mahasiswi/mahasiswa harus berjalan memutar yang jaraknya lebih jauh dan sunyi (https://news.detik.com/berita/d-4909481/begal-payudara-beraksi-di-makassar-mahasiswi-mahasiswi-uin-disasar).

Selanjutnya, mengenai kamera GoPro yang ada di Fakultas Syariah & Hukum mungkin pelakunya telah ditangkap akan tetapi pertanyaannya adalah; apakah pihak kampus telah melakukan tindak lanjut terhadap korban seperti penyembuhan traumatik mental/psikologis?(https://news.detik.com/berita/d-4779034/ada-10-orang-yang-terekam-gopro-di-toilet-uin-makassar dan https://sulsel.inews.id/berita/penemuan-gopro-di-toilet-wanita-uin-alauddin-makassar-mahasiswa-ini-memang-wc-umum)

Dan yang baru saja terjadi, video call sex yang didapatkan beberapa mahasiswi yang notabenenya berasal dari fakultas dan jurusan yang sama, kecurigaan-kecurigaan harusnya muncul sebab pelakunya bisa jadi adalah mahasiswa atau dosen karena kebanyakan korban berada di fakultas dan jurusan yang sama. (https://news.detik.com/video/200930021/mahasiswi-diteror-video-call-sex-uin-makassar-bentuk-tim-investigasi dan https://www.youtube.com/watch?v=CW9rF2_f8dg)

Kampus seharusnya lebih tanggap dan cepat dalam bergerak serta mengawal kasus-kasus tersebut sebelum semuanya bertambah buruk karena jika tidak ditangani lebih awal maka kekerasan dan pelecehan seksual akan terus berkembang.  

Kepada seluruh mahasiswa/mahasiswi penting kiranya untuk lebih mengenali macam-macam pelecehan atau kekerasan seksual agar lebih berhati-hati ketika berada di kawasan kampus sebab saat ini, kampus merupakan lahan predator yang paling marak dengan kasus-kasus pelecehan ataupun kekerasan seksual.

Penulis: Wa Ode Nurfadilla Andi
( Wasekum PPPA HMI Komisariat Adab & Humaniora Cabang Gowa Raya )

Sebelumnya
Selanjutnya