Sabtu, 14 November 2020

Aktivis SAKTI Menduga Pengerjaan Pedestrian Kota Malino Terindikasi Korupsi


GOWA, KNEWS - Lembaga Serikat Aktivis Indonesia (SAKTI), menduga pengerjaan proyek pedestrian/penataan Kawasan Kuliner Kota Malino Kabupaten Gowa dengan jumlah anggaran Rp 5 Milyar yang dilaksanakan oleh PT.CU terindikasi tidak sesuai bestek. Dimana dikerjakan dengan asal-asalan dan diduga kuat terdapat kekurangan/kelebihan volume pekerjaan sehingga mengakibatkan volume pembayaran sebesar Rp.134.338.956,73.

Upaya Pemerintah mempercantik Kota Malino untuk memanjakan mata para Wisatawan yang berkunjung, malah sebaliknya  pandangan yang cukup tidak mengenakkan pasalnya pedestrian yang di kerjakan Tahun lalu sepanjang 7 kilometer tersebut telah mengalami kerusakan cukup Parah.

Ketua Bidang Advokasi SAKTI, Syahrul menjelaskan bahwa dari hasil investigasi yang dilakukan oleh Kader-kader SAKTI sangat kuat dugaan bahwa telah terjadi pengerjaan asal-asalan yang dilakukan pihak pelaksana pengerjaan dan tentunya imbasnya adalah kerugian keuangan Negara.

"Hal ini tidak boleh dilakukan pembiaran, semua satuan kerja harus bertanggung jawab atas kebobbrokan pengerjaan sebab anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan pedestrian sebesar 5 Millyar tersebut harusnya berimbang pada kualitas pembangunan yang mampu dinikmati Masyarakat atau Wisatawan yang berlalu-lalang di Kota Malino," ucap Syahrul, Jumat (13/11/20).

Pihak SAKTI berjanji akan mengawal persoalan ini sampai tuntas dan menganggap bahwa ada oknum yang mencoba mempermainkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBD) yang diperuntukkan untuk pembangunan Pedestrian/penataan Kawasan Kuliner Kota Malino sehingga kualitas pembangunan tersebut tidak sesuai dengan harapan sejak awal dirancangnya. 

"Apa yang kita sampaikan adalah fakta dan itu bukti dan bukan rekayasa, itu temuan di lapangan berawal dari hasil monitoring tim khusus SAKTI dan akan kami serahkan kepada pihak yang berwenang untuk ditindak lanjuti," jelas Syahrul 

Selain itu, pihaknya juga mendesak agar perusahaan yang terindikasi melakukan proses pekerjaan proyek tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana disyaratkan dalam dokumen kontrak untuk dilakukan black list atau daftar hitam terhadap perusahaan tersebut.

"Sanksi daftar hitam adalah sanksi yang diberikan kepada peserta pemilihan atau penyedia berupa larangan mengikuti pengadaan barang atau jasa di seluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu," tegasnya.

Menurutnya, hal ini mengacu kepada aturan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ditetapkan dalam Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Sanksi Daftar Hitam Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

"Kondisi tersebut juga itu tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor  54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pasal 89 ayat 2 dan 2a," tutupnya.

(Haeril)

Sebelumnya
Selanjutnya