Kamis, 31 Desember 2020

Problematika Pendidikan : Tantangan dan Peluang Profesionalisme Guru di Tengah Pandemi Covid-19


OPINI, KNEWS - Pendidikan adalah hal terpenting bagi setiap negara untuk dapat berkembang pesat. Negara yang hebat akan menempatkan pendidikan sebagai prioritas pertamanya, karena dengan pendidikan kemiskinan pada rakyat di negara tersebut akan dapat tergantikan menjadi kesejahteraan. Bagaimanapun, dalam perkembangannya, pendidikan di Indonesia senantiasa akan menghadapi beberapa masalah di setiap tahapnya. Masalah-masalah tersebut hanya dapat diselesaikan dengan partisipasi dari semua pihak yang terkait didalam sistem pendidikan, seperti orangtua, guru-guru, kepala sekolah, masyarakat, dan juga peserta didik itu sendiri. 

Problematika pendidikan yang muncul di Indonesia bermula dari gagalnya sistem pendidikan. Bermula dari pendidikan keluarga, lingkungan sekitar, dan pendidikan sekolah. Semuanya kurang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan kekacauan, sehingga anak yang menjadi korbannya.

Mengkaji permasalahan pendidikan di Indonesia sama seperti mengurai benang kusut, sulit menemukan ujung pangkal permasalahannya. Tingkat pendidikan negara yang secara sumberdaya alam sangat kaya raya ini tertinggal jauh di bawah negara tetangga. Tingginya tingkat pendidikan tidak mengurangi tingginya tingkat pengangguran. Bukan hal yang aneh lagi jika sekarang banyak ditemukan pengangguran berijazah strata 1, dikarenakan rendahnya kualitas lulusan universitas di negeri ini.

Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-anak atau peserta didik. Setiap suasana pendidikan mengandung tujuan, maklumat berkenaan dengan berbagai pengalaman yang dapat dinyatakan sebagai kandungan, dan metode yang sesuai untuk mempersembahkan kandungan itu secara berkesan. Jadi, perumusan teori pendidikan harus melibatkan perbincangan tentang tiga komponen utama, yaitu tujuan, kandungan, dan metode. 

Permasalaan pendidikan cukup kompleks, terutama masalah rendahnya mutu pendidikan. Banyak indikator yang menunjukan rendahnya mutu pendidikan itu, diantaranya adalah rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Pemerintah telah berupaya memecahkan masalah ini, tetapi masalah selanjutnya akan muncul pula, mengapa? Karena yang dipecahkan adalah masalahnya, bukan akar masalahnya. Masalah itu tetap akan muncul lagi, sebab akarnya tidak dihilangkan. Bagaikan ilalang, begitu dipangkas, datang hujan, tumbuh lagi. Dan demikian seharusnya, silih berganti, masalahnya terus muncul. Lalu apa akar masalahnya. Ada lima faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya kualitas pendidikan nasional, kelima faktor itu adalah: 1) Rendahnya komitmen pemerintah kepada dunia pendidikan, 2) Kekeliruan filosofis, 3) Lemahnya pemberdayaan tenaga pendidik (pengajar), 4) Manajemen pendidikan, dan 5) Sistem Pembelajaran.

Pandemi Coronavirus Disease yang muncul sejak tahun 2019 (Covid-19) dan masih menghantui berbagai aktivitas kegiatan manusia termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan. Sampai saat ini, belum ada kabar pasti kapan pandemi ini berakhir. Aktivitas seluruh lembaga pendidikan menjadi terhambat untuk dapat mengantarkan peserta didik kepada kompetensi yang diharapkan.

Proses pendidikan yang biasanya berlangsung dengan menghadirkan pendidik dan anak didik dalam ruang kelas dengan segala aktivitas kegiatan belajar dan mengajar terpaksa terhenti karena adanya penyebaran Covid-19. Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 diberlakukan berbagai upaya oleh pemerintah. Tindakan pencegahan agar Covid-19 tidak terus menyebar dengan pembuatan kebijakan-kebijakan berupa penetapan beberapa peraturan di Indonesia diantaranya memberlakukan karantina di rumah dan pembatasan sosial berskala besar. Keharusan social distancing dan mengkarantina diri di rumah juga berimbas pada dunia pendidikan. 

Sekolah dan guru melaksanakan kebijakan pemerintah untuk belajar dari rumah sebagai upaya memperlambat penyebaran Covid-19, namun sekaligus tetap memastikan peserta didik dalam kegiatan konstruktif melalui pembelajaran daring. Berbagai platform digunakan dalam pembelajaran daring. Sementara guru, peserta didik, dan orang tua diharapkan terus melakukan penyesuaian seiring berjalannya waktu. 

Berbagai respon positif disampaikan peserta didik terkait pembelajaran daring karena dirasa lebih santai, menyenangkan, fleksibel, efisien, singkat, praktis, cepat, tepat, aman, mudah, hemat waktu, dan hemat tenaga. Pembelajaran dapat dilakukan secara jarak jauh, orang tua bisa mengawasi anak-anaknya belajar, membuat peserta didik menjadi melek teknologi, dan lebih kreatif. Namun demikian, pelaksanaan pembelajaran daring memiliki hambatan/kendala baik dari aspek sumber daya manusia maupun sarana-prasarana. Keterbatasan jaringan, kurangnya pelatihan, kurangnya kesadaran, serta minat dinyatakan sebagai tantangan utama yang dihadapi. Kewajiban belajar daring menjadi kendala serius khususnya peserta didik dari kalangan ekonomi lemah. 

Pembelajaran daring di sejumlah daerah di Indonesia tidak berjalan optimal, terutama di daerah pelosok dengan teknologi dan jaringan internet terbatas. Kesiapan infrastruktur sekolah, kemampuan guru mengajar, serta ketersediaan sarana smartphone menjadi persoalan lain dalam penerapan pembelajaran daring di Indonesia. Peserta didik juga mengangap bahwa sekolah tidak memiliki program yang baik untuk sistem belajar di rumah. Sekolah dan guru hanya memberi tugas secara beruntun sesuai rencana pelajaran dan materi pelajaran dalam kondisi nonpandemi/kondisi biasa. Sebagai rekomendasi ke depan, yang dibutuhkan adalah kemitraan publik dan banyak pihak yang berkelanjutan. Dibutuhkan adanya komunikasi, kolaborasi, kerja sama, dan koordinasi yang baik. 

Kompetensi guru menjadi penentu utama keberhasilan proses pembelajaran daring sehingga mereka harus terus memperkaya kompetensi dan keterampilan dan didukung oleh kebijakan sekolah yang mendorong mereka terus belajar. Pihak terkait juga perlu mengevaluasi pembelajaran daring tersebut agar tujuannya bisa tercapai secara optimal. Beban belajar peserta didik harus logis dan terukur. Beban belajar peserta didik tentunya harus diperhitungkan, terukur, baik secara materi maupun waktu. Guru tidak boleh semata-mata memberikan tugas, tetapi harus memperhitungkan secara matang. Guru tidak boleh lupa untuk mengapresiasi capaian peserta didik, maka dari itu hal ini perlu diberikan oleh guru agar tujuan pembelajaran bisa tercapai. Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam pembelajaran daring ke depan adalah adanya kurikulum yang fleksibel dan siap menghadapi pandemi. 

Di era revolusi 4.0 yang diliputi pandemi wabah Covid-19, guru mesti segera berbenah agar mampu mengikuti perkembangan zaman. Guru dituntut untuk secara kreatif menguasai teknologi komunikasi dan informasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga dapat melaksanakan inovasi dalam pembelajaran. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tentu membawa dampak positif dan signifikan bagi dunia pendidikan. Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini, diharapkan guru sudah benar-benar siap beralih dari sistem pembelajaran konvensional dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa menjadi pembelajaran daring berbasis internet yang tidak terbatas dalam ruang dan waktu, kapan saja, di mana saja, dan siapa saja bisa belajar. 

Penulis : Andi Auliya Ismunandar
Mahasiswi Jurusan Pendidikan Matematika IAIM Sinjai

Sebelumnya
Selanjutnya