Senin, 11 Januari 2021

Ranjang Pemikiran


OPINI, KNEWS - Semua orang akan terkesima sekaligus kegirangan ketika berbicara tentang ranjang yang sifatnya intim dan anomali. Beberapa pembahasan terkesan lebih liar daripada serdadu-serdadu yang dipersiapkan matang sebagai lintah pengisap darah dari kulit usang kaum jelata. 

Tafsir dan paradoks tak lagi mampu dibedakan secara manusiawi maupun di luar daripada konsep pemikiran. Kemungkinan besar, ia hanya bisa hanyut dalam transisi masa percobaan dari ketidakmungkinan menjadi mungkin yang sangat dipaksakan (Forced). Coba lihat saja, kepala pelontos yang dimiliki oleh pak Colly habis tiada sisa dibabat oleh radikalisme kehasratan dan perhatikan sejenak bahwasanya dia akan selalu berharap pada satu harapan yang kacung agar rambut itu lebat menutupi sebagian kepalanya (that's Impossible)!.

Samar-samar terdengar gerombolan kurcaci berlari kecil sambil tertawa menyimpul guratan hingga menatap gelombang nalar yang tak tertata sebagaimana pemikiran para kaum elit yang menampakkan sebuah keserakahan diruang terbuka tanpa busana (Eksotis).

Alat-alat peraga pun sudah disiapkan, Mulai dari yang Ekstrem hingga Standar (Basic) akan tetapi yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana mungkin ada Rangkaian Tulang dengan balutan kulit hitam yang hilang akal tapi memiliki nafsu bejat (Bondman/Driver erotik) yang ingin lalu kemudian rela menjadi pemuas nafsu birahi kepentingan?

Apakah Ranjang Pemikiran sudah tak berguna lagi?.
Bukankah Ranjang itu seharusnya menjadi landasan terakhir untuk menakar dan memilah terhadap prinsip berpikir keliru (Problem Thinking).
Atau jangan-jangan sudah reok akibat terlalu sering disalah digunakan dalam proses percumbuan halusinasi tingkat tinggi (kecanduan).

Ranjang tersebut bukan lagi tempat berpikir (reflection) tetapi malah dijadikan pelampiasan hasrat yang telah susah payah dikumpulkan dari tiap-tiap jengkal sebuah Jilatan. Mulai dari jongkok, menjulurkan parutan lidah dan mengumpulkan Salavina (ludah) agar basah lalu kemudian mendongak menatap ke atas seraya menanti senyuman kepalsuan (fucking face). 

Jika diterawan lebih dalam lagi ternyata sungguh tak mengherankan jika Pakar Dark Romanticim (Edgar Allan Poe) berkata begitu gamblangnya tanpa harus menahan perasaan iba bahwa "Manusia itu tidak mampu menafikan kodratnya sebagai pemilik sah lobang hitam yang menganga dilapis dasar kesadarannya yang bisa menghajarnya kapan saja tanpa ampun, tak terkendali, hingga seseorang tak lagi berkuasa atas dirinya dan hanya mampu menampakkan sosok terburuknya sebagai seorang manusia".

Kebenaran yang membuat orang jadi terlihat menarik adalah munculnya sifat ketidakkonsistenan pada diri dan bukan karena hilangnya sebuah konsistensi pada sikap. Sehingga Nassim Nicholas Taleb menyinggung segelintir penjilat pasif dengan satirnya yang amat menohok “Otak seseorang berada dalam kondisi paling pintar justru disaat sedang tidak memikirkan apapun dan kondisi ini kadang disadari orang-orang yang sedang mandi".

Dunia berkata "Kepuasan itu datang berulang kali dan manusia tidak akan pernah cukup dalam hal kepuasan apapun". 
Kepuasan akan selalu memiliki batas karena ia mengalami pergeseran atau perkembangan, dari terkecil hingga memacu diri untuk menemukan kepuasan yang lebih besar lagi. Oleh sebab itu, Ketidakpuasan itulah yang mengakibatkan manusia lupa tentang siapa yang dijadikan landasan atau ditumbalkan demi pencapaian besar (Supremen power) dan ranjang pemikiran sudah tak berfungsi lagi sebagaimana mestinya ia difungsionalkan. 

Bill Gates ever said in front a lot people " Don't inslut yourself by doing bad things cause you can be a most lowly person in this world".
(Bill Gates berkata dihadapan  banyak orang bahwa jangan menghinakan dirimu dengan melakukan hal-hal buruk karena kamu bisa menjadi orang yang paling rendah di dunia ini).

Tetapi perkataan seperti itu justru menjadi amukan amarah ketika dihidangkan tepat di wajah culas mereka dan percayalah sebuah kebenaran yang disampaikan akan melahirkan serpihan-serpihan rasa dendam dalam jiwa yang rusak.  

Sejatinya, Ranjang Pemikiran itu jauh lebih short time untuk klimaks ketimbang kekuasaan yang bersifat long time dan memang tidak dipungkiri bahwa kekuasaan mampu mengendalikan segalanya yang senada dalam satu frekuensi tetapi tidak dengan Ranjang Pemikiran karena kederajatannya jauh lebih tinggi daripada label-label kekuasaan.

Sekarang tibalah waktunya untuk menentukan sebuah pilihan yakni Menjadi Penjilat, Fanatisme akan kekuasaan, atau membenahi kembali Ranjang pemikiran yang telah reok. (Easy to choose one for your characters).

Penulis : Wardiman Sultan Madir
(Founder Forum Diskusi Nusantara).

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*

Sebelumnya
Selanjutnya