Rabu, 07 Oktober 2020

Ketua HMI Cabang Gowa Raya Angkat Bicara Terkait RUU Cipta Kerja


GOWA, KNEWS - Tertanggal 5 Oktober 2020, sebuah peristiwa sejarah suram di negeri ini kembali tercipta di bawah ketukan palu dan di atas mimbar gedung parlemen. Sebuah sejarah yang mengikis pijakan teriakan “Merdeka!!!” pada 17 Agustus 1945. Patokan ekonomi kerakyatan yang diamanahkan dalam Pasal 33 UUD 1945 harus sirna seketika di bawah keputusan 7 Fraksi.

Sejarah suram itu bernama (R)UU Cipta Kerja, sebuah produk hukum yang membentangkan karpet merah bagi para kapitalis dan investor. Indonesia yang kaya akan SDA hanya akan menyaksikan rakyatnya menjadi penonton sekaligus “budak” di negerinya sendiri.

Omnibus Law sebagai sebuah konsep produk hukum yang dicanangkan di era kepemimpinan baru dan memayungi beberapa produk hukum lainnya serta memiliki tujuan utama untuk mengatur kemudahan ruang investasi di Indonesia. Setidaknya terdapat tiga hal utama yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law yakni, perpajakan, cipta lapangan kerja dan UMKM.

Selain itu, dalam Omnibus Law juga setidaknya terdapat 82 UU dan 1.194 pasal yang disatukan dengan beberapacore point pembahasan seperti pengendalian lahan, peningkatan ekonomi, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, pengenaan sanksi, penyederhanaan perizinan dan lain sebagainya.

Sementara itu, jika kita menilik draft pengesahaan RUU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh para anggota dewan di gedung parlemen pada hari Senin, (05/10/2020) yang terdiri dari kurang lebih 15 Bab 186 pasal mengundang banyak polemik dan kontroversi dari beberapa kalangan baik dari kalangan akademisi, aktivis, ormas, buruh hingga mahasiswa. Beberapa polemik tersebut antara lain persoalan lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan pendidikan.

Ketua Umum HMI Cabang Gowa Raya, Fadli Lesmana Kamil, mengutarakan pandangannya terkait permasalahan dari tiga sektor tersebut.

“Dari beberapa UU yang disatukan dalam Omnibus Law, terdapat tiga di antaranya yang dinilai oleh banyak kalangan sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat namun bukan berarti yang lainnya tidak demikian. Kita mulai dari sektor lingkungan hidup, mungkin kita semua ketahui bahwa UU PPLH No. 32 Tahun 2009 pada pasal 88 menjadi pasal yang terbilang ultim, yang mampu memberikan sanksi atau hukuman kepada pihak yang melakukan pembebasan lahan dengan cara membakar. Akan tetapi dalam RUU Cipta Kerja pembahasan tersebut diubah dan dihilangkan serta diganti dengan redaksi yang seolah-olah mengamini tindakan pembakaran hutan. Alasannya adalah pada UU PPLH bahwa siapapun yang melakukan pembakaran hutan tanpa perlu pengumpulan bukti kesalahan maka dinilai melanggar hukum sementara dalam RUU Cipta Kerja tidak demikian atau dalam hal intervensi kekuasaan menjadi penentu siapa yang salah dan tidak. Kendati demikian, maka pemenangnya tentu yang memiliki kuasa, lantas bagaimana dengan masyarakat kecil yang menjadi korban?,"jawabnya saat diwawancarai.  Rabu (07/09/20).

Selain pasal 88 yang dialih-fungsikan, masih terdapat beberapa pasal dalam UU PPLH yang dihapus dan dimodifikasi seperti pasal 37 angka 4 dan 16 yang masing-masing membahas perubahan atas pasal 19 dan 49 UU Kehutanan bahwa DPR tidak lagi berhak memberikan persetujuan dalam perubahan peruntukkan kawasan hutan dan pemegang izin tidak lagi memiliki tanggung jawab atas kebakaran hutan yang terjadi. Kemudian pasal 23 angka 6 tentang perubahan UU PPLH yang diubah pasal 26 membahas mengenai mekanisme kerja Amdal yang tidak sebagaimana mestinya dan menjadikannya hanya sebagai kelengkapan assessment yang sifatnya formalitas. Hal demikian semakin membuka ruang bagi kerusakan lingkungan. Dan yang terakhir dan yang tidak kalah parah adalah pasal 93 di mana setiap orang dapat melayangkan gugatan atas keputusan usaha negara dihapus maka secara otomatis hal demikian hanya akan mengedepankan kepentingan para pengusaha.

Sementara itu dari segi ketenagakerjaan, Fadli menguraikan beberapa pasal dalam UU No.13 Tahun 2003 yang dihapus dalam RUU Cipta Kerja, antara lain pasal 91 yang mengatur tentang kewajiban upah yang diperoleh oleh para pekerja sesuai dengan upah minimum dan pasal-pasal lainnya.

“Jikalau pasal 91 ini dihapus dalam RUU Cipta Kerja maka secara otomatis pihak perusahaan dapat menetapkan upah pekerja dengan prinsip “seenak perutnya”, jika demikian maka kesejahteraan pekerja berada di ujung tanduk. Selain itu, pasal dalam RUU Cipta Kerja juga menghapus dan mengubah ketentuan cuti bagi pekerja yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan pasal 93. Hal-hal yang dihapus dalam RUU ini adalah cuti haid, cuti melahirkan, cuti menikah dan lain sebagainya. Selain itu, pasal 79 UU Ketenagakerjaan mengalami perubahan pada pasal 89 yang membahas tentang minimnya waktu istirahat bagi pekerja, ketentuan lembur, pemberian pesangon dan bonus tahunan yang biasanya diperoleh oleh pekerja. Selanjutnya, yang lebih parah juga adalah pasal 90 dalam UU Ketenagakerjaan juga dihapus tentang pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, pasal ini sinkron dengan pasal 91 sebelumnya dan pasal 95 UU Ketenagakerjaan juga diubah dalam RUU Cipta Kerja yang awalnya membahas bahwa pengusaha yang karena kesengajaan atau kelalaiannya sehingga terlambat membayar upah pekerja maka akan didenda menjadi pengusaha tidak dikenakan denda apabila terlambat membayar upah pekerja dan upahnya di bawah upah minimum,” pungkasnya.

Sementara itu, dari segi Pendidikan, Fadli memberikan gambaran bahwa efek domino dari orientasi RUU Cipta Kerja pada segi kebebasan berinvestasi akan bermuara pada semakin terbukanya ruang privatisasi dan komersialisasi di ranah pendidikan. Jika demikian, maka arena pendidikan akan menjadi sasaran empuk bagi para pengusaha dalam mengakumulasi pundi-pundi keuntungan.

“Dari rentetan polemik tentang RUU Cipta Kerja baik dari segi pembahasan hingga pengesahannya, maka sudah jelas bahwa kami dari HMI Cabang Gowa Raya memiliki cara pandang dan sikap tegas dalam menolak RUU Cipta Kerja berikut pengesahannya karna kami menilai bahwa dalam RUU ini mengandung banyak hal yang masih perlu dibahas secara mendalam sebelum disahkan,” tutupnya


(Red)

Sebelumnya
Selanjutnya